40 Persen Pelajar Bogor Jadi Korban Perundungan



REPUBLIKA.CO.ID | Bogor. Junior Chamber International (JCI) mencatat sekitar 40 persen pelajar di Kota Bogor, Jawa Barat, menjadi korban perundungan (bullying).

"Banyaknya korban akibat perundungan terjadi pada anak-anak usia sekolah," kata Juju Kurniawan dari JCI dalam audiensi dengan Wali Kota Bogor di Plaza Balai Kota, Rabu (15/6).

Juju Kurniawan menyebutkan sebanyak 30 sampai 40 persen dari korban perundungan masih berusia sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas.

Menurut dia, perundungan sering terjadi ketika seorang anak mempunyai kekurangan, baik secara fisik maupun mental. "Pelaku umumnya mempunyai latar belakang masalah keluarga atau juga pernah menjadi korban perundungan," katanya.

Perundungan, kata Juju, terjadi hampir di tengah masyarakat tanpa disadari. Misalnya, saat seseorang memanggil temannya berdasar ciri fisik, seperti sebutan pendek, gendut, atau hitam. "Bahkan, tatapan sinis juga termasuk salah satu bentuk bully, mulai secara verbal (ucapan), fisik (kekerasan), hingga di media sosial," katanya.

Menurut Juju, banyaknya kasus bullying yang dialami pelajar. relatif banyak di antara mereka yang masuk ke Rumah Sakit Marzoeki Mahdi karena psikisnya terganggu. "Dampak dari 'bullying' tersebut membuat anak minder dan tidak bersemangat beraktivitas," katanya.

Banyaknya korban perundungan di kalangan anak usia sekolah yang menjadi keprihatinan JCI untuk mendorong menghentikan aksi bullying yang makin marak dengan menyelenggarakan seminar bertajuk "Stop Bullying" yang bekerja sama dengan RS Marzoeki Mahdi. "Seminar digelar Sabtu 25 Juni mendatang di Lippo Plaza Bogor," katanya.

Sementara itu, psikiater anak dan remaja Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Ira Savitri Tanjung mengatakan bahwa pengaruh bullying pada anak bisa berbeda-beda tegantung pada kapasitas mental dari sang anak.

Menurut dia, jika mental seorang anak rendah, tidak kuat ketika mendapat bullying, bisa membuat anak menjadi depresi, cemas, hingga tidak sedikit yang akhirnya mengalami ganguan jiwa. "Bullying sering terjadi di sekolah. Upaya untuk menghentikan perundungan, dapat dimulai dari sekolah," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya menggelar seminar "Stop Bullying" dengan mengundang guru BP, siswa, dan masyarakat umum. "Diharapkan ke depan bisa jadi program sekolah saat tahun ajaran baru," katanya.




Post a Comment

Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif

Lebih baru Lebih lama