Penertiban vila Puncak butuh penanganan tindak lanjut

ANTARABOGOR.COM | Kepala Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat mengatakan penertiban vila di kawasan Puncak menimbulkan dampak sosial yang menjadi persoalan baru di masyarakat.

“Sejak vila-vila ditertibkan sebagian masyarakat kehilangan mata pencahariannya yang dulunya bekerja di sektor jasa sekarang menjadi pekerja serabutan dan menjadi pengangguran,” ucap Kades Tugu Utara, Asep Ma`mun Nawawi di Cisarua, Selasa.

Dilakukan acara sarasehan aksi penyelamatan kawasan Puncak, oleh Konsorsium Penyelamatan Kawasan Puncak, di Cisarua.

Menurut Asep, dampak sosial yang ditimbulkan oleh penertiban vila-vila karena tindak adanya tindak lanjut dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor terhadap masyarakat setempat dan belum jelasnya arah pembangunan akan dikemanakan lahan vila yang sudah dibongkar tersebut.

Ia menyebutkan ada sekitar 50 persen warga di Desa Tugu Utara hidup dari sektor jasa yakni menjadi penjaga vila, tukang ojeg dan pedagang lainnya.

“Hingga saat ini belum ada upaya dari Pemerintah Daerah untuk menanggulangi dampak sosial yang timbul akibat penertiban vila di Puncak,” ujarnya.

Asep menyebutkan, Desa Tugu Utara memiliki luas 1.703 hektar terdiri dari enam rukun warga dan 24 rukun tetangga dengan jumlah populasi penduduk 1.407 jiwa.

Awal mulanya penduduk di Desa Tugu Utara berprofesi sebagai petani perkebunan. Pada tahun 1970 terdapat 822 hektar lahan perkebunan di kawasan tersebut.

Seiring berjalannya waktu, tahun 1990 mata pencaharian warga bergeser dari agraris ke sektor jasa dengan pesatnya pertumbuhan hotel, vila dan restoran di kawasan tersebut.

Dari 822 hektar lahan perkebunan yang ada di Desa Tugu Utara, sebanyak 563 hektar telah beralih fungsi menjadi sektor jasa dengan berdirinya saran akomodasi.

“Kami setuju dengan pembongkaran vila di Kawasan Puncak. Tetapi upaya ini bukan satu-satunya cara untuk menyelamatkan Puncak kalau tidak dibarengi dengan tindak lanjut untuk mengantisipasi dampak sosial di masyarakat,” ujarnya.

Asep mengatakan, warga Desa Tugu Utara ingin berkiprah dalam mengendalikan lingkungan di kawasan Puncak. Salah satu upayanya dengan menerbitkan Peraturan Kepala Desa terkait pengendalian lingkungan berbasis masyarakat.

Menurutnya, masyarakat harus dilibatkan dalam pengendalian kawasan Puncak, agar upaya penyelamatan dapat menyelusuh dimulai dari warga masyarakat.

Sarasehan aksi penyelamatan kawasan Puncak diselenggarakan oleh Konsorsium Penyelamatan Kawasan Puncak yang terdiri dari Pusat Pengkajian dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB, Komunitas Ciliwung Puncak, Ciliwung Institut, Forest Watch Indonesia, Telapak, dan Ciliwung Community.

Hadir pembicara dalam sarasehan tersebut, Pemerhati Lingkungan yang juga Mantan Menteri Pemukiman dan Pengembangan Wilayah Erna Witoelar, Peneliti P4W IPB, Ernan Rustiadi, Perwakilan dari Bappeda Kabupaten Bogor, Badan Pertanahan Nasional, PTPN III Gunung Mas dan perwakilan dari masyarakat kawasan Puncak.perlukan.

Post a Comment

Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif

Lebih baru Lebih lama